Essay KKN Patimban 2014

 

Udah lewat setahun KKN, tapi masih berkesan. Jadi inget pernah ada tugas dari Unpad untuk menulis artikel  "Jika Aku Menjadi Titik-titik (...)" Ternyata tulisan yang waktu itu ku buat sedikit banyak ada aspek women empowerment, an interesting issue. Semoga menjadi penyemangat buat diri sendiri dulu deh buat empowering. Empowering myself, dulu, hehe. Selamat membaca :)

 

Jika Aku Menjadi Ibu Penjual Ikan di Patimban

Nama               : Putri Pamulani
NPM                : 130110110065
Fakultas           : Kedokteran

Gimana hasilnya?” tanya seorang temanku yang juga mendapat jadwal sidang Usulan Penelitian skripsi hari itu.

“Alhamdulillah, lancar nih,” jawabku dengan santai, “gimana nih kita belum milih desa buat KKN, kayaknya dapet desa sisa deh,” lanjutku.

Ah ya udah mau gimana lagi, kan kita juga kebetulan sidang hari ini jadi nggak bisa ngurus dari pagi. Yuk buka internet sekarang,” kata temanku.

Siang itu sekitar jam 1, setelah ke sana kemari mencari koneksi internet akhirnya kami membuka website KKNM juga di lokasi sidang UP. Hari itu memang cukup sibuk bagi teman-teman seangkatan kami di kampus. Selain beberapa teman yang ada jadwal UP, semua orang berebut desa yang akan mereka tempati untuk KKNM dan yang lebih seru adalah mencoba keberuntungan apakah mereka dan teman-temannya yang sudah janjian, bisa menempati satu desa yang diinginkan. Kalimat seperti “Mau dimana aja, yang penting barengan deh,” selalu menjadi harapan terakhir-terbaik yang diharapkan masih bisa terkabul.

“Patimban! Kalian mendapat desa Patimban sebelahan sama kita, di desa Gempol!” teriak seorang temanku.

Dari sini lah cerita KKNM ku di Patimban di mulai.

***


Terik, panas, gerah. Itulah kesan pertamaku kepada desa Patimban dan wilayah pantura. Anginnya cukup kencang sehingga debu berterbangan ke segala arah. Sekitar 13 km dari kantor kecamatan terletak pantai Patimban Kalapa. Tidak jauh dari garis pantai, kurang lebih 1 km rumah-rumah warga berjajar di sekitar kantor Kepala Desa dan SD N Patimban. Di daerah ini, aktivitas masyarakat pantai belum terlalu terlihat. Biasanya pada siang hari warga tidur-tiduran di teras rumah, sebagian besarnya ibu-ibu, hingga sore. Barulah sekitar 2 km dari kantor Kepala Desa, kios-kios penjualan ikan mulai ramai berjajar. Itulah dusun Terungtum, di sana lah lokasi Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang terbesar di desa Patimban. Tidak hanya bapak-bapak, sebagian ibu-ibu juga bekerja di TPI ini. Terlihat berbagai jenis ikan di jemur di bawah teriknya matahari ataupun langsung di jual. Tidak heran jika banyak pembeli datang kemari dan memborong ikan dalam jumlah besar.

Terlintas dalam pikiran jika aku menjadi bagian dari ibu-ibu di dusun Patimban atau Terungtum – semoga cukup mewakili, karena aku belum akrab dengan dengan suasana dusun lainnya yaitu Galian, Siwalan, dan Genteng. Mungkin kata-kata women empowerment tepat sekali diterapkan di daerah ini. Bagiku kehidupan pantai yang sedang aku hadapi mirip seperti dalam cerita-cerita, yaitu ketika bapak-bapaknya menjadi nelayan dan mencari ikan di laut sedangkan ibu-ibunya mengolah ikan dan mengatur penjualannya. Ikan yang dijual masih sangat segar dan jarang sekali dijual dalam bentuk olahan lain seperti bandeng presto ataupun nugget ikan seperti yang sudah disampaikan dalam penyuluhan yang sudah-sudah. Akan sangat menarik bila ada satu atau dua ibu saja yang berinisiatif untuk memulai bisnis olahan ikan, kemudian mengajak ibu-ibu lainnya – karena ibu-ibu suka memasak dan mengobrol. Bisnis ini tidak akan menguras banyak waktu mereka, hanya mengganti waktu tidur-tiduran mereka dengan aktivitas memasak dan mengobrol. Maka aku akan menjadi si ibu itu, aku tertarik untuk mengambil peran inisiatif itu, jika aku menjadi ibu penjual ikan di TPI Terungtum.

Jika aktivitas “masak-memasak” ini sudah mantap, lalu dari bisnis ini akan aku buat sebuah brand lokal untuk kemudian dijual ke seluruh pelosok Subang dan Jawa Barat terutama daerah yang tidak dekat dengan pantai. Dengan begitu kebutuhan gizi mereka dan mungkin keinginan untuk makan panganan olahan laut terpenuhi dan karena itulah penjualan ini menjadi sumber pemasukan finansial bagi ibu-ibu di TPI.

Jika aku menjadi seorang ibu penjual ikan di TPI Terungtum, aku akan mencari informasi tentang pemasaran dan distribusi produk ke aparat desa yang mungkin saja menyalurkanku ke Dinas Perikanan dan Kelautan setempat. Akan ku kemas produk olahan ibu-ibu Patimban seindah kemasan Fiesta, So Good, atau merek nugget lainnya. Ingin sekali rasanya produk ini masuk ke Alfamart atau Indomaret sehingga ketika orang-orang membeli nugget dia akan berkata, “Aku mau beli nugget Patimban!”.

Rasanya mimpi ini terlalu tinggi, ya. Akan tetapi, inilah yang selama ini diusahakan pemerintah, mahasiswa KKN, dan dosen-dosen PKM. Bahwa potensi yang dimiliki Patimban seharusnya bisa dipasarkan lebih luas dalam bentuk brand lokal. Sehingga ketika produk ini tercipta, bukan masalah pemasukan uang saja yang meningkat tetapi juga kemandirian warga dalam memenuhi kebutuhan pangan. Selain itu juga kemajuan pemikiran yang ditunjukkan dengan adanya brand lokal yang diusung oleh desa Patimban. Bukankah akan menjadi kebanggaan bersama jika Patimban memiliki produk lokal yang go national?

Aku sudah punya laut yang menghasilkan ikan, aku punya teman ibu-ibu, yang aku butuh tinggal waktu senggang dan kemauan saja. Teringat pertanyaan bapak Darpani Taufik, Kepala Desa Patimban, “Penyuluhan sudah sering, tetapi apakah karena faktor malas yang membuat gagasan penjualan olahan ini tidak pernah terlaksana?” Menurutku, ya memang salah satunya. Maka dari itu, butuh seorang perintis yang mau menginisiasi program ini. Sederhana saja, tinggal kumpulkan ikan dan hasil laut yang ada, memulai sendiri lalu ajak ibu-ibu lainnya, libatkan pemerintah karena mereka pasti mau memfasilitasi, dan pengadaan penjualan produk lokal Patimban akan terlaksana.
Satu kalimat dari bapak Darpani yang sangat aku ingat, “Dalam waktu 10 tahun, Patimban akan memiliki pelabuhan. Kegiatan ekonomi akan meningkat dan Patimban akan ramai menjadi sasaran investasi orang-orang. Dalam keadaan itu, aku tidak ingin masyarakat Patimban hanya duduk menjadi penonton saja, aku ingin maakurakat Patimban menjadi pemainnya.”

Jika aku menjadi ibu penjual ikan di TPI, aku akan melaksanakan peranku ini untuk ikut serta membangun Patimban yang mandiri.

You may say I am a dreamer but I am not the only one” – John Lennon.

Comments