Little Thing Called Appreciation: a Lesson form Bapak
Hari ini ceritanya lagi bersyukur. Kemarin mencoba translate jurnal dari seseorang yang
membutuhkan bantuan dan ya..kebetulan aku pas bisa ngerjain, di sela-sela
kegiatan koas. Awalnya sih didorong oleh keinginan pengen dapet uang tambahan,
maklum ya belum berpenghasilan. Hehe..harganya ga mahal-mahal lah cukup 15ribu
aja per halaman, total jadi 75ribu buat terjemahan yang kedua kali ini, lebih
sedikit terjemahan jurnal sebelumnya yang dapet 150ribu.
Allah kasih rezeki emang dari dari arah yang tidak
disangka-sangka. Itu poin pertama. Poin kedua, sama sekali bukan tentang
nominal uang yang aku dapat. Sekedar informasi, Bapak dan Ibu selalu memberi
lebih (next posting: Yang Selalu
Memberi Lebih, coming soon), Ibu
bahkan selalu wanti-wanti: “Jangan mikir tentang uang, makan harus kenyang, semua
Insya Allah akan dicukupi sama Allah, ada rizki buat Bapak dan Ibu. Apalagi
buat pendidikan anak.” Ungkapan seperti, buat aku dan Nanda, somehow malah bikin kami melihat
ketulusan yang sesungguhnya dari Bapak dan Ibu, kami ga minta lebih dari uang
jajan yang memang sudah kami hitung-hitung pengeluaran bulanannya, bahkan Nanda
sempat coba untuk jualan di kampus. Aku yakin bukan untuk uangnya semata, tapi
kami pengen coba, gimana rasanya mengusahakan hal yang kita inginkan.
Mengusahakan dengan sendiri sesuatu yang telah diberikan untuk kita. Aku
dikasih rizki sama Allah lewat Bapak dan Ibu. Bukan berarti ga bisa mencoba
lewat tangan sendiri kan? Yang, insya Allah halal, menurut teteh mentor
tercinta.
Mari masuk ke poin inti dari tulisan ini. Yaitu….ketika aku
bercerita ke Bapak tentang “job” translator
jurnal ini, reaksi Bapak sangatlah bijak: “Nah bagus kalo kamu suka menulis
boleh dikembangkan lewat seperti ini, kalo kamu memang bisa, kamu bisa membantu
orang lain. Jangan memikirkan dulu apa imbalannya, yang penting ketika diberi
tugas, kamu kerjakan dengan sebaik mungkin…kamu menikmati nggak seperti ini?”
Khas. Khas Bapak. Bapak akan mendukung apa yang anaknya kerjakan selama memang
baik dan suka. Meskipun dii sisi lain ada yang bilang “Itu sama saja kamu
membantu orang untuk malas. Harusnya kalo orang itu sungguh-sungguh, dia akan translate sendiri.” Okay, that’s the point of view dari sisi orang yang di translatin,
ga salah. Tapi dari sisi translatornya nih sekarang, sebenarnya…ga niat gitu
sama sekali…bahkan aku sempet berpikir translate
jurnal ini iseng aja, buat latihan bahasa Inggris lagi. Tapi yasudahlah, itu
kan kata orang.
Niatku yang tadinya buat iseng dapat tambahan uang saku,
Allah ingatkan biar jadi lebih baik, salah satunya lewat tanggapan Bapak yang
apresiatif sekali. Jadi inti dari cerita ini apa?
Yaaa…APRESIASI!
People have chances to judge others from any point of views
they want. But Bapak, he chose a most wise one. He knew that job wasn’t the
best thing for me since I let my client being dependable to journal translator.
But, he chose to appreciate me first. He appreciated me I earned money by
myself, not even 10% from the total monthly cost he sent me. He appreciated me
for being excellent in my English. He appreciated me for my effort. And start
from there I’d go wiser.
Ya Allah, semoga sifat bijaksana ini dimiliki oleh
Bapak-Bapak yang lain juga.
And today’s lesson is a promise. I promise to appreciate my
kids in the future, my students in the future, and my whoever in the future,
when they have done an effort with an intention that it can be a great booster
for their growth to be better. To educate a person to be better is not always
by criticizing them, appreciating them with good intention is way better. Thank
you Bapak.
:')
ReplyDelete