Nanda


19 tahun 6 bulan 23 hari
8 Agustus 1996 – 2 Maret 2016

Tahun 2009, atau sebelumnya...
Nanda : “Mba Putik, Nanda mboten bubu-bubu”
Putri    : “Berdoa lah, mengkin kan bubu”
Nanda : “Nek mba Putik pun bubu tapi Nanda dereng kepripun dong?”
Putri    : “Nggeh pun, cekelan astone mba Putik mawon, kados niki oke? (lalu kami bergandengan tangan – tidak kencang, padahal mau tidur lho). Nek dereng bubu Nanda nggegem lebih kenceng astone mba Putik, nek mba Putik mbales berarti mba Putik juga dereng bubu”
Nanda : “Nggeh lho, saestu?”
Putri    : “Saestu! Pun merem.”

Beberapa menit kemudian...

(Nanda menggenggam tangan mba Putik lebih kencang)
(Mba Putik membalas menggenggam kencang tangan Nanda) “Dereng bubu kok..”

Lalu kita tidur berhadap-hadapan dan cekikikan sampe ditegur Ibu.

Dan keesokan harinya..

Kita sama-sama tertidur pulas. Sama-sama susahnya dibangunin sama Ibu – sampai pernah ibu masukin garam di lidah biar kita bangun dari tidur. Sama-sama langsung sigap duduk dan melek ketika ibu masuk kamar. Tapi..sama-sama tidur lagi ketika ibu keluar kamar. Lalu, mba Putik dan Nanda sama-sama saling mempersilakan satu sama lain buat ke kamar mandi duluan membasuh muka, sama-sama mempertahankan diri di tempat tidur dengan alasan “mau ngulet dulu”. Lalu siapa yang bangun seutuhnya duluan, dia menanting kedua tangan saudara perempuannya yang lain, biar cepat bangun, melek, salat Subuh dan siap-siap berangkat ke sekolah. Ternyata Ganjar udah rapih duluan.

Ah..kenangan masa kecil yang indah bersama Nanda ya.


Kita mulai merajut masa depan..
Lalu kita sama-sama tumbuh. Tahun 2011 Mba Putik kuliah, Nanda SMA. Tahun 2015 Nanda kuliah, mba Putik masih kuliah. Makin susah ketemu Nanda karena jadwal pulang ke rumah sering kali nggak sama. Waktu Nanda mulai kuliah, kok jadi kangen Nanda ya...perasaan yang “apa sih” banget buat diucapkan ke orangnya, bahkan untuk sekedar diakui diri sendiri.

Rupanya bahasa kangen kita bukan pakai kata-kata, manifestasi kangen kita berupa curhat-curhat di belakang rumah, curhat apapun dalam segala hal, dari cita-cita sampai dunia percintaan remaja, sambil makan tumis kangkung dan sambel bawang (Nanda masak aku yang makan). Satu tahun terakhir Nanda banyak cerita tentang kuliahnya, selalu ceria as always, cepat beradaptasi dan sudah punya banyak teman di Psikologi UNS. Selalu berusaha tangguh menghadapi ujian-ujian yang diberikan Allah kepada orang-orang pilihan seusia Nanda.

Pertengahan Februari 2016, Nanda berencana ke Solo lagi memulai semester duanya.

Nanda : “Mba Putik, Nanda ajeng teng Solo tanggal 28”
Putri    : “Oke mba Putik nderek dong sekalian kosanmu”
Nanda : “Wiii asik-asik”

Tapi tunggu..rupanya Nanda sedang dilatih Allah untuk bersabar, Nanda harus di rumah dulu dan nggak jadi ke Solo, Nanda perlu Ibu dan Bapak lebih sering agar bisa selalu dipantau mereka. Alhamdulillah teknologi chatting mendekatkan yang jauh, mendekatkan mba Putik dengan kalian di rumah, kadang nanya kabar lewat Ganjar, kadang ke Nanda langsung. Tapi tetep sih, tatap muka mengalahkan teknologi apapun! Alhamdulilah bisa pulang 2-4 minggu sekali, pengennya setiap minggu biar bisa ketemu Nanda. Dan Ibu, dan Bapak, dan Ganjar. Sayangnya Januari-Februari adalah masa stase Ilmu Penyakit Dalam (IPD) yang...susah ngatur jadwal pulang, apalagi menjelang longcase tanggal 23 Februari. Meskipun begitu, buat orang-orang tercinta pasti rela banget mba Putik meluangkan waktu. Setelah lihat-lihat kalender, tekad buat pulang tanggal 28 Februari makin bulat, walaupun bisanya cuma hari Minggu di rumah, biarin lah, yang penting pulang. Tiket Kutojaya Selatan sudah di tangan, yes!

Menjelang peristiwa yang penuh hikmah..
Tanggal 28 Februari 2016 subuh mba Putik sampe rumah. Kok ya rumah sepi. Ada mbah, mbak Siti, dan Bapak di rumah. Mbah mendekat dan berbisik lirih “Nanda lagi di RSUD Kebumen, dek”..speechless, untuk kesekian kalinya. Baiklah ya Allah, makasih udah mengatur jadwalku biar hari itu bisa pulang. Siang itu ketemu Nanda di rumah sakit, ya ampun...kangennya sama Nanda. Raut wajah Nanda kali ini lebih pucat..tapi walaupun begitu, seingat mba Putik Nanda sering menyebut namaNya baik dalam keadaan berbaring ataupun duduk. Melihat Nanda menangis mba Putik jadi ikut sedih, tapi nggak apa-apa, keluarkan dan menangislah, masih beruntung kan kelenjar air mata kita masih berfungsi? Saluran pengaliran air mata kita masih lancar tanpa hambatan? Kali ini mba Putik berani deh peluk dan cium Nanda. Dulu-dulu kan Nanda anti kalo dipegang sama mba Putik, biar lah saat itu nggak apa-apa ya, jarang-jarang.

Hari itu terbersit keinginan buat cuti koas dulu, biar di Kebumen nemenin Nanda. Tapi kata Bapak dan Ibu nggak usah, yaudah nggak apa-apa nanti lagi aja pulang ke rumah di setiap weekend. Stase IPD berakhir dan berganti ke stase Fammed di Cianjur. Jauh kalau mau pulang ke Kebumen. Gimana ya caranya pulang kalau dari Cianjur? Ah nanti pasti ada caranya.

Tanggal 2 Maret pagi mba Putik berangkat ke Cianjur dari Bandung dalam rangka stase Family Medicine. Seperti biasa mba Putik pamitan di grup whatsapp keluarga tapi belum ada yang balas. Sesampainya di Cianjur kegiatan berlangsung seperti biasa. Beres-beres rumah sewa dan ke klinik. Jam 5 sore barulah ada balasan Ibu di whatsapp disusul telepon dari Ibu. Tenang, sangaaaaat tenang suara Ibu saat itu. “Putik kondur nggeh, Nanda kritis”. Kaget...dan speechless lagi. Alhamdulillah di saat-saat genting begini selalu saja ada kemudahan dariNya. Ada angkot ke kota, ada yang mesenin tiket pulang, ada travel ke Bandung...beberapa belas jam di perjalanan dengan perasaan yang datar, banyak chat sms telpon yang masuk dan terabaikan.

Menjelang Subuh tanggal 3 Maret tiba di stasiun Kebumen, sepanjang perjalanan pulang rasanya biasa saja, entahlah, kalau kata Nanda “alah mbuh”. Baru ketika mulai masuk jalan kecil ke rumah, disambut bendera putih kecil...perihnya...semakin mendekat ke rumah semakin kelihatan lampu tambahan di depan rumah. Semakin terlihat keramaian yang tidak biasa, beberapa Bapak-bapak yang membantu persiapan acara nanti pagi. Semua biasa, ramah-tamah saja. Turun dari mobil disambut mbah.
Masuk ke dalam rumah lalu ada Ibu, Bapak, Ganjar...

..dan Nanda. Innalillahi wainna ilaihi raaji’uun. Lalu mba Putik terdiam tanpa kata.

(Mba Putik berjalan mendekat dapur, disitu Bapak memeluk mba Putik sambil bersuara parau, lama sekali mungkin ada 30detik, lalu mengatakan beberapa kalimat)
Bapak  : “Ibu dan Bapak sampun berusaha semaksimal mungkin, inilah jalan yang dikehendaki Gusti Allah”
Putri    : “Nggeh, suatu saat ketemu malih teng surga Pak sekeluarga” (hanya itu kalimat penghibur yang spontan keluar)
Bapak  : “Aamiin, aamiin”

Terakhir Bapak memeluk mba Putik adalah ketika mba Putik diterima SNMPTN tahun 2011. Eh bukan, mba Putik yang memeluk Bapak. Momen-momen dramatis yang langka begini membuat perasaan yang tadinya datar menjadi trenyuh. Ya, Nanda sudah kembali ke pemiliknya, di saat dan tempat yang telah Dia takdirkan bahkan sebelum Nanda lahir. Seperti mimpi tapi pas bangun ternyata benar Nanda sudah Dia panggil.

Kacaunya perasaan. Masuk kamar ingat Nanda. Lihat hp Nanda nggak sanggup. Lihat foto Nanda apalagi. Dengar suara rekaman Nanda lebih-lebih. Tapi yang menentramkan, melihat ibu dan bapak yang sudah jelas bersedih tetapi berdamai dengan kesedihan itu, meminta kepada Allah agar kesedihan pergi perlahan-lahan dan digantikan dengan ketenangan serta keihklasan, perlahan-lahan saja. Tapi yang menentramkan, adalah kepastian bahwa pasti, pasti kehidupan manusia di dunia akan berakhir. Tapi yang menentramkan, adalah ungkapan sayang Allah pada hambaNya melalui perisitiwa ini.

Ingin segera ikhlas, segera move on..tapi sulit ya ternyata. Denial-Anger-Depression-Bargaining-Acceptance, rupanya ada benarnya, salah satu teori dalam dunia psikologi yang disebut dengan 5-stages of grief. Mungkin ikhlas itulah yang disebut dengan fase acceptance.  Kesedihan Bapak dan Ibu yang ditinggal anaknya pasti jauh lebih pedih dibandingkan kesedihan seorang kakak ditinggal adik. Kadang terpikir “Ini sedihnya lebay nggak ya?” But...Acha says It’s okay to be not okay”. Katakan sedih kalau memang sedih, karena menjadi ikhlas apalagi setelah kehilangan memang sulit, tapi bisa. Kita bisa minta apapun kan sama Allah termasuk sikap ikhlas itu, memohon kepadanya agar perlahan-lahan ikhlas itu semakin nyata mewujud dan bersemayam dalam hati.

Inilah peristiwa yang justru Allah takdirkan lengkap dengan hikmah kebaikan di dalamnya.  Peristiwa ini, mengingatkan kita akan kepastian yang paling pasti dalam perjalanan manusia, menyadarkan keluarga akan arti hadirnya Nanda selama 19 tahun ini. Nanda pergi di usia yang masih muda, betapa ajal itu sungguh sesuatu yang nyata. Nanda menjadi jalan dari Allah untuk mengingatkan kami semua bahwa ada yang dituju manusia setelah kehidupan dunia yang singkat ini. Singkat banget bersama Nanda..

Sepatutnya harus ada bagian sangat sedihnya dulu sebelum ada bagian mengikhlaskannya. Mungkin itulah mengapa Pak Habibie menulis tentang Ibu Ainun, sebagai terapi mengatasi kesedihannya, untuk me-relieve perasaannya. Agar kesedihan berangsur-angsur menjadi keikhlasan dengan cara beliau yang intelek dan sophisticated, mengungkapkan kesedihan sembari membangun jiwa menjadi semakin kuat, atas izinNya.

“Manusia itu lemah, Ibu lemah banget Tik, Allah yang menguatkan”, kata Ibu.

Setiap interaksi dengan keluarga kini menjadi lebih bermakna. Tidak perlu kata mutiara, bahkan kata-kata biasa, jika sungguh keluar dari hati maka akan sampai ke hati. Inilah peristiwa yang justru Allah takdirkan lengkap dengan banyaknya hikmah kebaikan di dalamnya. Hikmah agar mengingat kematian dan mempersiapkan sebaik-baik bekal.

--------

It takes a while..
It takes a lot of courages..
It takes sometimes to be brave enough..
It takes hundreds inhales and exhales..

...for me to write about you :) I’m sorry for being emotionally drained but it’s just me missing you. It’s just me trying to express my feeling in the best way I can, beside a lot of prayers of course. I love to write, so here, I present this short story for you, my late Nanda Maulidina :) Yesterday, it was always a mourning to hear your name, to look at your photos, to listen to your voice recording, to think about you. But from now on, I will rise, I will remember you and learn from you, I will take the lessons you taught me. His plans are the best, always.

Selamat jalan sahabat terbaik, adik tercantik, inspirasiku, teman berbagi dalam segala hal, berbagi kamar dan tempat tidur, bertukar baju-kerudung-dan sepatu, berdebat dalam segala hal, bertukar pikiran, bertengkar, teman curhat, dan guru kehidupan. Nanda selalu berkesan di hati setiap orang yang pernah Nanda kenal. Terima kasih telah melatih Mba Putik bagaimana menjadi seorang kakak ya Nanda selama 19 tahun 6 bulan 23 hari, insya Allah Ganjar dan mba Putik akan selalu guyub rukun, akan selalu mendoakan mba Nanda, dan tentu menyusul mba Nanda, it’s just a matter of time. Kami yang masih di dunia selalu berdoa kita sekeluarga Allah pertemukan di surgaNya kelak. Aamiin :)

November 2015, foto kesukaan Bapak. Kata Bapak kita bertiga semua ceria, tersenyum, dan bahagia.

-21 derajat celcius, Bandung, selepas Subuh di kamar kos-

Comments

  1. Nanda salah satu siswa terbaik di sekolah,bersemangat, berprestasi, dan sholeh...Jiwanya selalu hidup dihati orang2yg mengenalnya....Smga khusnul.khotimah Aamiin.YRA...Allohumma firlahu.warhamhu wa'afi'i wa'fu'anhu

    ReplyDelete

Post a Comment