Rezeki Setelah Menikah


Pernah denger ungkapan "menikah membuka pintu rezeki"? Familiar banget ya. Lebih tepatnya mungkin ungkapannya begini, "orang-orang yang menikah akan Allah cukupkan kebutuhannya". Menurutku, ada benarnya juga sih. Tapi tentunya ga semagic itu tiba-tiba sim salabim rezeki dikirim dari langit, selalu ada usaha yang perlu dikerjain dulu.

Jauh sebelum menikah pasti udah banyak juga sih yang Dia kasih ke kami (ketika masih hidup masing-masing). Tapi karena kami baru latihan hidup bareng, pencapaian berdua tuh jadi sesuatu yang baru dan cukup exciting buat diwujudkan. Selain itu, dalam konteks pernikahan jelas banyak banget hal-hal yang perlu disinergikan.

Di usia pernikahan yang baru 1,5 tahun ini banyak banget momen hidup yang cukup berkesan. Mulai dari yang hal yang besar sampai hal yang kecil. Jujur aja pada saat mengalaminya nggak kerasa sebermakna itu, dibandingkan kalau lagi flashback dan meng-wrap up apa aja yang udah terlewati dan tercapai. Disitu lah kerasa magicnya, kalau campur tangan Allah itu nyata. Dia bikinin rangkaian pencapaian yang rapi dan memang sesuai kebutuhan.


1. Tempat tinggal

Akhirnya kami sepakat hidup bersama di Bandung. Setelah ada pertimbangan mau LDM dulu. Soalnya saat itu nggak punya alasan kuat juga buat LDM. Kami berdua sama-sama belum dapet pekerjaan tetap :D Ibaratnya nggak ada yang menahanku untuk tinggal di suatu tempat. Pilihan masih sangat terbuka.

Sembari 3 hari nginep di penginapan + 1 hari nginep di tenda, kami cari sewa rumah keliling sebagian Bandung. Dan akhirnya meskipun udah nyari yang jauh, dapet lah yang deket yaitu kosan suami waktu kuliah. Awalnya sempat ragu apakah bakal nyaman pasutri tinggal di kost. Apalagi itu kost khusus laki-laki. Bahkan sebetulnya kamar udah penuh. Tapi dengan baiknya, Bapak Ibu kost itu membolehkan kami sewa ex kamar putranya (yang selama ini belum pernah disewain).

Turned out to be sangat nyaman, karena aku juga jadi merasa masih tinggal sama orang tua, seenggaknya transisi dari tinggal sama orang tua ke tinggal berdua sama suami (ini juga kerasanya waktu udah sewa rumah 11 bulan berikutnya, kerasa sepi di awal-awal).


2. Pekerjaan

Saat menikah, aku baru 3 bulan selesai internsip dan memutuskan nggak ngelamar kerja dulu. Sedangkan suami masih jadi asisten akademik. Empat bulan kemudian, kami berdua daftar CPNS dan alhamdulillah suami lolos, dengan nilai kelebihan 1 poin dari batas kelulusan. Super mepet hahaha. Formasi yang dia pilih pun, sesuai dengan kerjaan sebelumnya dan memang yang dia inginkan.
Sedangkan aku, beberapa minggu kemudian diterima di suatu klinik. Dan ini lah magicnya: klinik itu adalah milik UPT Yankes ITB. Yang artinya apabila aku ambil aku akan kerja satu kompleks dengan suami dan yang penting irit bensin karena tujuannya sama :D

How can your plan be so perfect, God? Padahal UPT Yankes ini lama banget nggak pernah buka lowongan untuk dokter umum. Dan sekalinya buka, aku bisa daftar dan diterima. Udah gitu dapet jadwalnya setengah hari pula. Sesuai kebutuhan.

Beyond itu, hal yang kami syukuri adalah kami bisa mendapat pekerjaan dengan cara yang sealami mungkin, melalui jalan lurus dan yang semestinya.

Ada beberapa temen yang nanya, "Kok bisa kerja di Klinik ITB sih? Pake orang dalem ya? Karena suaminya di ITB ya?" Cuy cmon, suamiku belum jadi apa-apa di ITB. Hahaha. Dia belum jadi orang dalem, masih di pintu gerbang. Jadi, jawabannya ya..kami kerja di tempat kerja sekarang bukan karena orang dalam, tapi karena Allah yang punya skenario. Dan ya..kami melalui sewajar-wajarnya seleksi. Alhamdulillah.


3. Host family berkunjung

Host family-ku saat aku ikut YES Program dari AFS dulu, pernah bilang bahwa mereka pengen berkunjung ke Indonesia. Dan setelah 9 tahun berpisah, rencana itu terwujud. Awalnya rencana berkunjung pada saat pernikahanku. Tapi, karena pernikahan di Indonesia (pernikahanku aja sih) udah mirip bedol desa dan far from intimate wedding, kusarankan mereka berkunjung setelahnya saja.

Tibalah mereka bulan Desember 2019 ke Jakarta, buat ketemu Nadia dulu. Lalu ke Kebumen dan Jogja. Keluargaku ketemu sama mereka in person. Semua yang selama ini hanya saling denger lewat cerita (dan paling pol lewat video call) sekarang bisa bertatap muka. Kami juga jalan-jalan  ke Jogja menikmati intimacy diantara kami. Lumayan sekaligus hanimun, kapan lagi liat sunrise di Borobudur harga 300k itu wkwkwk.

Again, beyond jalan-jalannya, yang terpenting adalah kami ketemu. Menyambung silaturahmi dan melepas rindu.


4. Hamil

Kami sepakat menunda kehamilan karena beberapa alasan yang sudah kami pertimbangkan. Selama 6 bulan. Setelah mencoba, di bulan ke-8 positif hamil. Alhamdulillah.

Meskipun..ternyata sampai minggu ke-13 yang terlihat baru kantung kehamilan aja. Dan setelah ke beberapa SpOG disuspek Blighted Ovum. Sampai suatu saat pas pulang ke Kebumen, perdarahan. Singkat cerita dikuret.

Meskipun begitu, masih alhamdulillah banget. Ketemunya dokter-dokter SpOG yang bikin nyaman. Dan insya Allah kehamilan pertama itu jadi persiapan dan pelajaran yang berguna untuk kehamilan selanjutnya.

Cerita tentang Blighted Ovum-ku ada di sini ya. Kalau tentang menunda kehamilan juga ada di sini. Hihi.


5. Lingkungan yang baik

Alhamdulillah lingkungan baru disekitar kami cukup nyaman. Kalaupun ada yang kurang nyaman insya Allah itu yang membuat kami bertumbuh lebih kuat.

Mulai dari lingkungan kostan pertama yang dekat masjid, kontrakan setelahnya, dan kontrakan yang sekarang. Masih bisa ketemu temen kuliah. Dapet temen baru Ibu-ibu muda FTMD (istri temen-temen suami). Juga nemu kelompok liqo' di Salman. Masya Allah. Walaupun gaada yang mengalahkan nyamannya lingkungan rumah di desa :")

Lingkungan kerja juga nyamaaaaan banget. Aku ketemu orang-orang yang asik banget untuk ngobrol (kadang ghibah juga hihi), untuk saling cerita, dan berbagi lah pokoknya. Ada temen kerja yang seumuran, ada yang senior. Belum lagi sering ada acara makan-makan. Gajinya memang ga sebesar di RS atau klinik yang lebih menjanjikan, tapi bukankah lingkungan yang nyaman&pertemanan yang baik adalah rezeki yang harus disyukuri banget?


6. Keluarga

Ini adalah poin yang sering banget taken for granted. Baru kerasa betapa baiknya keluargaku (dan keluarga suami) kalau udah melihat keluarga lain yang ga seberuntung aku.

Keluargaku adalah support system yang sangat sesuai porsinya. Ga pernah berlebihan nanyain kabar, tapi juga ga pernah absen berkomunikasi. Ga hanya bapak ibu dan Ganjar, keberadaan bulik bude pakde dan sekeluarga besar juga bener-bener membuatku tahu where I belong to.

Keluarga suamiku juga perhatian banget. Dan perkenalan yang baru saja bersama mereka udah bisa membuatku merasa diterima&cukup homy. Mungkin karena asalnya sama jadi kulturnya juga sama. But, indeed God surrounds me with nice&kind people.


Jadi...itulah sedikit dari sekian banyak rezeki setelah menikah dari Allah, yang diturunkan sesuai waktu dan kebutuhan. Jadi terharu :") Betapa kita harus berprasangka baik kepadaNya.

Thanks Allah for showering me with Your unlimited blessing and love. Sering banget take those blessings for granted. That's why I write this blog as a reminder to myself how big&true Your love is. Hope I can always learn to embrace what I have and what I don't have (yet).


Just the two of us, in Tegal Alun, Papandayan

Comments